nav#menunav { border-bottom: 1px solid #e8e8e8; }

Masjid Tiban Turen: Benarkah Dibangun Jin?

tikacerita,- Udah jarang apdet blog, sekalinya apdet ngomongin jin. Hehehe... 

Maap ya pemirsah, review zuppa soup nya kapan-kapan aja dilanjut. Lupa mulu mau nulis, padahal putu-putu udah nangkring manis di memory card. Terapi alerginya juga, berhenti dulu sementara, jadi nggak ada yang bisa diceritakan. Soalnya lumayan juga habisnya kalau seminggu sekali, bisa ditabung buat liburan. (Milih liburan daripada sembuh, hihihi..)
Balik ke urusan masjid, berhubung namanya panjang banget, susah lagi dibacanya, jadi kita sebut aja dengan nama kondangnya, yaitu Masjid Tiban.




Ini masjid memang udah lama bikin gonjang-ganjing dunia persilatan gara-gara rumor dibangun oleh jin. 

Apa pasal? 

Masyarakat sekitar kalau ditanyai tentang pembangunan masjid tersebut, jawabnya: nggak kelihatan truk material keluar masuk. Bangunan semegah itu, pastilah butuh material jumlah besar, bahkan alat-alat berat. Tapi, kenapa nggak ada?

Entah kenapa, walaupun tinggal di Malang, dari dulu aku nggak ada keinginan untuk lihat masjid itu. Padahal teman dan keluarga dari luar kota pasti menyempatkan diri ke sana kalau ke Malang. Mamaku aja, yang tinggal di Bandung sonoh, entah udah berapa kali ke masjid itu karena ngantar teman-temannya yang penasaran.

Tapi kali ini, karena tuntutan pekerjaan, aku berangkat juga ke sana.

Kami berangkat udah siang, sehabis menghadiri sebuah acara di Turen, yang lokasinya berjarak beberapa KM aja dari sang masjid.

Masjid ini terletak di desa Sananrejo, Turen, Malang. Dari PG Krebet Baru, ambil belokan kiri di pertigaan traffic light. Nanti di pertigaan selanjutnya, ambil yang belok kanan. Setelah itu akan ketemu pertigaan lagi, nah ini ambil aja jalan lurus, karena kalau ke kanan akan masuk ibukota kecamatan Turen.

Kalau sudah ketemu banyak orang jualan di kanan dan kiri jalan, itu artinya Anda sudah memasuki kawasan masjid. Di sekitar situ banyak spot tempat parkir, dan anda pasti akan digiring oleh tukang parkir di situ untuk masuk salah satunya. Kalau anda terpikat dan masuk ke situ, anda harus merogoh kocek 10 ribu untuk menitipkan mobil. 

Ajegile ya? Parkir aja segitu. Tapi jangan kuatir, ada yang gratis kok. Masuk aja ke kompleks masjid. Hampir semua jenis kendaraan boleh masuk kompleks masjid, gratis tis, cukup dengan menunjukkan STNK. Mobil sekelas ELF juga bisa masuk. Hanya bus yang dikecualikan. Kompleks masjid ditandai jalan kecil (seukuran 1 mobil) berpaving yang terpampang gambar masjid super besar. Ada dua jalan berpaving. Jalan masuknya adalah yang ada gambarnya. Sedangkan jalan satunya (yang nggak ada gambarnya) merupakan pintu keluar.

Berhubung kami ke sana hari minggu, suasananya benar-benar mirip pasar. Ramainya ampun deh. Oya jangan lupa bawa tas untuk menyimpan alas kaki. Walaupun kalau lupa ada juga penjual kresek di depan masjid, harganya 500 perak per lembar. Lebih murah kresek Indomaret ya? Hehehe.

Memasuki halaman masjid, mataku langsung terpaku pada ornamen-ornamen yang melingkupi bangunan masjid. Itu bangunan 10 lantai, dan hampir semuanya tertutup ornamen. Habis berapa duit tuh? Secara, 1 blok ornamen aja harganya udah berapa. Nah itu, ada berapa ribu blok? K
ebayang dong berapa banyak blok ornamen yang dipasang? Dan blok ornamen kayak gitu bukannya berat ya? Bukannya butuh truk-truk buat ngangkut ya? Dan masyarakat sekitar nggak pernah lihat? Aneh nggak sih? Dan pondasi untuk bangunan semegah itu, bisakah tanpa alat berat?


Dinding depan
Maaf ya fotonya banyak yang ngeblur, pake HP, tanpa tripod, disenggol orang-orang, yah.. harap maklum lah pokoknya






Gerbang ke bangunan samping. Sepertinya kediaman keluarga.


Berbagai pertanyaan masih berdesakan di otakku saat memasuki masjid (setelah melepas dan menenteng alas kaki tentunya). Kupikir karena namanya masjid, sebagian besar akan 'dikuasai' oleh tempat ibadah. Ternyata enggak. Hanya spot-spot tertentu yang digunakan sebagai tempat ibadah. Namanya masjid, tetapi di dalamnya, spot tempat ibadah itu dinamai musholla. Bingung kan? Di musholla itu ada mimbar sih, harusnya itu berarti digunakan sebagai sholat jumat juga kan? Tapi kenapa dikasih nama musholla ya? Ukurannya juga nggak terlalu luas. Maksudku kalau dibandingkan dengan area masjid yang seluas itu, musholla hanya kurang lebih 4x8 m untuk area putri, dan mungkin hampir sama untuk area putra. 
Seuprit. 

Yang kurang menyenangkan, lampunya redup banget. Kalau aku, mataku nggak akan kuat buat baca quran di situ. Terlalu gelap. Awalnya aku sempat ngomel dalam hati karena toiletnya cuma 1 di dekat musholla, sementara pengunjungnya aja ribuan! Bayangkan antrinya toilet kalau pas pada mau sholat. Tapi ternyata, setelah menyusuri masjid, baru aku tahu kalau toilet tersebar di beberapa spot. Ada yang 1 spot cuma 1 bilik. Ada yang beberapa bilik, seperti yang terletak di dekat tempat sholat di lantai 5 (eh atau lantai 4 ya? Lupak.)




Pintu masuk


Musholla putri





Musholla putra


Banyak banget lorong di masjid ini. Beberapa gelap banget. Beberapa belum jadi. Beberapa tertutup dan terkunci. Yang jelas, aku hanya mengambil jalan umum, yang banyak dilewati pengunjung dan sebagian besar sudah jadi dan nyaman dilewati. Penasaran juga sih sebenarnya sama jalur yang nggak umum. Tapi, takut nggak bisa balik, hahaha. Entahlah, aku merasa agak nggak nyaman di masjid ini. Suasananya beda dengan masjid pada umumnya. Di beberapa tempat bahkan tiba-tiba aku mencium bau yang gimana gitu, yang asosiasinya agak mistis. Tapi setelah aku coba cium-cium dengan sengaja, malah nggak ada apa-apa.





Lorong model hutan yang lumayan terang


Aku salutnya sih walaupun pencahayaannya kurang (atas cor-coran, dinding terluar juga lubangnya kecil-kecil), tapi hawa di dalam enggak lembab. Dan untuk ukuran bangunan sebesar itu, sangat-sangat bersih (abaikan sarang laba-laba di beberapa spot langit-langit). Nggak kebayang gimana cara bersihinnya. Vacum cleaner? Wow, berapa biaya listriknya per bulan? Eh ya, ada kaleng-kaleng yang khusus buat yang mau nyumbang biaya listrik, seperti di gambar ini.






Trus, di lantai atas (aku lupa lantai berapa), ada binatang-binatangnya juga, dan ada kaleng sumbangan juga buat pemeliharaan mereka. Untuk tempat sebesar ini yang digratiskan, kayaknya kebangetan deh kalau kita nggak ngisi salah satunya.





Itu binatangnya kelihatan nggak sih? Hahaha. Tukang potreknya nggak profesional.


Oya, kembali soal toilet, tampaknya sebagian besar pengunjung menyangka toilet hanya ada 1 di dekat musholla lantai 1, seperti aku awalnya, sehingga antrinya panjang di situ (walaupun kalau dipikir lagi, nggak bisa dibilang panjang juga karena yang antri paling 5 orang sedangkan pengunjungnya ribuan. Antrian toilet rest area bahkan lebih panjang dari ini). Sedangkan toilet lain rata-rata kosong. Atau yang naik ke lantai-lantai atas itu nggak ada yang kebelet pipis?

Masjid ini, kalau aku simpulkan, emang diniatkan supaya dikunjungi banyak orang. Pertama, bangunannya nggak umum. Kedua, spot untuk rekreasi lebih banyak daripada spot untuk tempat ibadah. Di lantai 1 ada aquarium.






Aquarium lantai 1


Di lantai atasnya ada tempat istirahat yang ada sofa-sofa dan ayunan.. Ada kolam (yang nggak boleh buat renang dan entah untuk apa, banyak duit recehan di dasarnya. Ala-ala Fontana di Trevi gitu deh).




Ruang santai dengan sofa, ayunan dan kolam




Ini kolamnya


Penuh recehan





Trus, lantai 7-8 adalah pusat perbelanjaan yang ramai dan terang benderang kayak mall. Nah ini bikin garuk-garuk kepala juga, ternyata bisa juga terang ya, lalu kenapa musholla nggak dibikin kayak gitu aja ya? Secara, ini masjid gitu loh. Kenapa nggak fokus infrastruktur spot utamanya (aka tempat ibadah), kenapa malah bangun terus nggak habis-habis? Maksudku, kan ada duit buat bangun, masa nggak bisa beli lampu yang watt nya lebih besar dikit buat musholla?




Shopping center yang terang benderang






Ada ATM Mandiri


Memang sih, semuanya serba digratiskan, hanya ada kencleng-kencleng buat toilet, listrik sama binatang. Mau nuntut banyak juga rasanya nggak pantes banget, tapi tetep aneh kan kalau jomplang banget gitu penerangannya? Itu siang lho. Nggak kebayang gimana gelapnya kalau malam. Ujungnya aku jadi mikir, emang sengaja kali ya dibikin redup gitu? Entah kenapa..

Melihat detilnya masjid, sudah pasti banyak tukang yang dipekerjakan. Finishingnya itu lho, harus telaten banget. Iya kalau cuma beberapa meter, lha ini mungkin totalnya bisa ribuan meter. Pasti butuh banyak tenaga. Rumahku aja yang nggak pakai ornamen apa-apa, makan waktu lumayan lama buat finishing. Dan sekarang masih belum selesai juga karena duitnya habis, hehehe..





Lorong lantai 1. Abaikan orang lewat.



Masih lorong lantai 1. Ini nunggu orang terakhir lewat trus langsung take. Habis itu udah ada orang lewat lagi soalnya, hahaha..




Langit-langit lorong lantai 1





Bikin tiang begini habis berapa duit ya?


Lanjut perhatiin detail, cor-corannya tebel-tebel banget. Kokoh. Benarkah tanpa bantuan truk molen? Rumahku yang luasnya nggak ada 200 m2, ngecornya pakai truk molen. Lha ini berapa ratus m2? Atau malah ribu?

Beneran deh, sepanjang menyusuri masjid, otakku nggak berhenti bertanya-tanya ini dan itu. Gimana bisa? Berapa banyak? Duitnya siapa?

Sewaktu berada di pusat perbelanjaan, aku iseng nanya ke mbaknya yang jaga stan, tukang bangunannya biasa mulai kerja jam berapa? Banyak nggak? Dia bilang sih banyak, mulai bekerja jam 7 pagi. Cuma karena waktu itu minggu, semua libur. Aku manggut-manggut. Yah, setidaknya jelas ada manusianya, kan?

Iseng nanya juga ke santri di situ tentang pembangunan masjid, katanya emang mereka nggak pakai alat berat, tenaga manusia aja. Cuma kok, walaupun masih terus membangun, kenapa nggak ada tumpukan material seperti yang biasa terlihat kalau orang sedang membangun ya? Pasti material butuh banyak kan? Dan bahan bangunan seperti itu naruhnya pasti nggak jauh-jauh dari area pembangunan kan? Tapi kok nggak kelihatan ya? (Mendadak ingat Hermione yang bisa menyulap benda dari ketiadaan).

Bener-bener deh, ini masjid bikin penasaran. Mungkin ada yang berminat pasang kamera untuk menyelidiki?





Setelah bingung kenapa ada 'musholla' di dalam 'masjid', setelah baca ini, barulah aku paham kalau bangunan ini adalah pondok pesantren, tetapi sudah kadung kondang disebut sebagai 'masjid'. Baiklahhh...



Daaannnn... Finally, ketika sampai di lantai teratas, akhirnya aku melihat sebuah kenyataan sederhana yang membuatku bisa menyimpulkan, bahwa masjid ini benar dibangun manusia. Pertanyaan-pertanyaan lain tentang materialnya gimana, dimana, siapa yang mengerjakan, duitnya siapa dan habis berapa, rasanya mendadak bisa dikompromikan setelah yakin manusia ada di balik semua ini.




Menara baru

Melihat menara ini, baru deh aku benar-benar yakin kalau ini buatan manusia. Jin nggak butuh scaffolding buat naik ke atas kan?


Atau, kita perlu panggil Trinity untuk lihat dia bersendawa atau nggak?


Related Posts

0 komentar

Haii, salam kenal. Terima kasih sudah berkunjung. Silakan komentar di sini yaa.