Seperti lazimnya ibu kota negara berkembang di bagian
manapun dunia ini, Kuala Lumpur disesaki oleh gedung-gedung menjulang dan pembangunan
yang tak henti-hentinya. Suara mesin berputar, alat berat, paku bumi yang
dihunjamkan dalam-dalam, kendaraan yang berlalu-lalang, menjadikan ketenangan
seperti sebuah utopia bagi siapapun yang beraktivitas di dalamnya. Tak
terkecuali wilayah padat di KLCC
alias Kuala Lumpur City Center.
Bangunan
paling ikonik di KLCC tentu saja adalah Menara Kembar Petronas (Petronas Twin Tower) yang telah menjadi
semacam respresentasi Malaysia sejak berdiri pada tahun 1998. Meskipun bukan
lagi menjadi gedung tertinggi di dunia setelah dikalahkan oleh Burj Khalifa (2010)
dan Taipei 101 (2004), menara ini tetap menjadi primadona wisata di Malaysia
dengan ribuan pengunjung yang bersedia membayar puluhan ringgit demi naik ke
atas dan melintasi jembatan udara (skybridge)
setiap hari aktifnya. Itu masih belum
termasuk mereka yang menghabiskan waktu di Suria KLCC, pusat perbelanjaan yang
berada di lima lantai terbawah Menara Petronas, serta para pengunjung Petrosains
yang masih berada dalam satu gedung. Tak heran jika gedung seluas 395.000 meter
persegi itu terasa sangat padat terutama
pada jam kantor.
Melengkapi
kepadatan menara kembar, masih ada Menara Carigali yang terhubung dengan sang
menara ikonik, juga Menara Exxon Mobil,
Menara Maxis, Menara Prestige, Hotel Mandarin Oriental, Hotel Traders dan
berbagai gedung lain yang memantapkan wilayah KLCC sebagai hutan beton yang
seolah-olah menganaktirikan alam.
Untungnya,
ibu tiri tak selalu sekejam ibu kota sehingga anak tiri pun bisa mendapatkan
haknya.
Di sana, di
belakang gedung kembar (yang masih) tertinggi di dunia, terhampar oase seluas
20 hektar, tempat jiwa-jiwa gersang pemburu uang dan belanjaan dapat mencari
kesejukan.
KLCC Park
atau Taman KLCC, adalah oase itu.
Terdiri
dari danau buatan yang menyuguhkan atraksi air mancur menari dua kali dalam
sehari, kolam renang untuk anak-anak, taman bermain dan banyak tempat duduk, taman
ini juga dirancang untuk menarik burung-burung lokal dan migran dengan cara pemilihan jenis tumbuhan secara teliti, sehingga hasilnya terlihat dalam deretan 1900
pohon lokal termasuk 66 spesies pohon
palem, yang akan membawa benak kita keluar sejenak dari kebisingan kota.
Tempat
istimewa ini tidak terlihat dari jalan utama Ampang Road. Kita harus masuk dulu
ke Menara Petronas kemudian keluar
melalui pintu belakang, atau bisa pula melalui jalan di samping gedung
tersebut, yang seringkali padat oleh kendaraan.
Baca juga: Yang Menyenangkan dari Wisata di Banyuwangi
Tidak ada
biaya yang harus dibayarkan untuk bisa menikmati keindahan Taman KLCC. Bahkan
kolam renang anak-anaknya pun bebas biaya. Pengunjung hanya diwajibkan untuk
menjaga kebersihan dan keindahan. Tidak sulit, bukan? Karena itulah harapan
sederhana dari Roberto Burle
Marx (Brazil), perancang taman ini, yang berharap keberadaan taman ini membuat
manusia lebih peka akan alam dan lingkungannya. Sudahkah kita?
(Tulisan ini dimuat di majalah DeQi edisi Oktober 2018)
Keren mbak Tika tulisannya dimuat di majalah. Selamat ya mbaak... Jadi pengen liburan juga nih...
BalasHapusMakasih mbak Eni.. Samaa aku juga butuh liburan inih ππ
HapusHmmm dimuat dimajalah .. Kebayang honornya dehh.. .Selamat ya mbaa... Mantul... Hehe
BalasHapusHehehe.. Amin.. Makasih mbak Ernyk..
HapusSeneng ya bisa sampai ke tempat keren ini, pengiin euy
BalasHapusYuk mbak, jadi kepingin nyemplung pokoknya ππ
HapusPernah kesini..kereeen emang.. Jadi ingat blm kutulis hehe
BalasHapusAyo tulis mbak π
HapusBaca ini jadi belajar nulis ala liputan di majalah. Keren mbaaaa, pingin deh kaya mba tika hehe
BalasHapusMbak Novi lebih kerennn ππ
HapusWuuihh... selamat, ya. Semoga Istiqamah untuk terus berbagi.
BalasHapusAmin.. Makasih mas
HapusDari dulu pingin banget foto-foto di deket menara Petronas. Semoga kesampean.. amiin
BalasHapusAmin... Selamat berlibur yaaa
HapusPengen ke Malaysia, moga tahun 2019 aamiin
BalasHapusAmin.. Semoga tercapai kak
HapusAsyik banget tulisannya masuk majalah, udah lama ngga kirim-kirim aku
BalasHapusMbak Dedew mah udah produktif bikin buku, kece badaiii
HapusMalaysia oh malaysia pengen kukesana tapi jelajah indonIndo dulu aja
BalasHapusKalo cuma ke KL cukup pas wiken, muter ikut goKL aja π
HapusWih, tulisannya pernah dimuat di majalah. Keren, Mbak Tika. Aku belum pernah ke KLCC sih btw.
BalasHapusMbak Rindang juga keren penelitiannya. Kalo ke KL nginep di Ampang Road aja sebaiknya, jadi tinggal jalan kaki ke KLCC tar. Etapi meskipun nginep agak jauh juga bisa naik goKL ke situ kok
HapusBelum pernah ke KL. Baca tulisan ini jadi dapat gambaran dan infotmasinya
BalasHapusDari Bengkulu bisa ke Batam dulu mbak, nyebrang naik feri ke Singapore, trus naik kereta ke Johor Bahru trus kereta lagi ke KL
HapusInsya Allah ke sana suatu hari nanti
BalasHapusAminnn
HapusSelamat ya. Tulisannya menarik
BalasHapusMakasih pak, ini bukan sindiran kan? Hihihi
HapusMasyaAllah, mbak Tika produktif ya sampe dimuat di DeQi
BalasHapusMas Ilham mah jauh lebih produktifππ
HapusBisa masuk list deh, mau ajak anak2 main ke sana, sekarang suruh pada nabung dulu :-)
BalasHapusSipp Mbak Afra. Mayan ngirit transport di KL. Kalo harga makanan hampir sama dgn Jekardah
HapusBaeu ingat, saya belum nulis tentang Taman di KLCC ini. Kelupaan terus.
BalasHapusHihihi, hayuk atuh
HapusTulisan ini saya save, semoga suatu saat ke sana
BalasHapusTerima kasih π
HapusWah keren, kasih tips biar tulisan di muat di majalah DeQi dung hehe
BalasHapusWaduh, coba nanya sama Pak Rafif deh π
HapusWah jadi pengen kesana jadinya hehee
BalasHapusNabung nabungg, hehehe...
HapusApakah aku sudah peka pada alam dan lingkunganku? Gak mau jawab. Sungkan π
BalasHapusHehehe... Sama..
HapusKeren nih tulisannya
BalasHapusLebih keren Lita dongg
HapusJadi pingin main ke sana hehe :D
BalasHapusCuzz mbak ambil cuti, hehehe
Hapus