tikacerita.com,- Nggak terasa, udah nyaris 3 tahun berlalu sejak aku mblakrak ke Bangkok, merasakan suka dukanya jalan-jalan tanpa ikut paket trip manapun (baca: Jalan-jalan ke Bangkok: Dikadali Restoran).
Sebagai orang sanguinis yang naruh kacamata aja lupa, adalah tantangan berat buatku untuk recalling hal-hal yang lebih lama dari setahun. Kalau aku bisa inget, itu artinya hal tersebut cukup menarik bagiku sehingga memorable enough. Jadi kalau aku berhasil nulis di sini, yes, it's interesting. Apa sajakah itu?
Aku urutkan sesuai dengan yang paling kuinget ya, ini dia:
1. Kebersihan
Ini yang paling kuingat dari Bangkok: Nggak ada sampah di manapun!
Bahkan untuk tempat-tempat crowded macam pasar tradisional juga bersih banget. Anehnya, di kota ini jarang banget ada tempat sampah lho. Trus apakah orang Bangkok nggak pernah nyampah?
1. Kebersihan
Ini yang paling kuingat dari Bangkok: Nggak ada sampah di manapun!
Bahkan untuk tempat-tempat crowded macam pasar tradisional juga bersih banget. Anehnya, di kota ini jarang banget ada tempat sampah lho. Trus apakah orang Bangkok nggak pernah nyampah?
Well, yeah, setelah hampir mati penasaran, aku lihat di Pratunam Market, pemilik kios menggantung sampahnya di pintu kiosnya ketika tutup. Bisa ditebak, tujuannya untuk diambil oleh petugas kebersihan. Jadi mereka ada kesadaran untuk ngumpulin sampahnya sendiri meskipun nggak ada tempat sampah. Sampahnya juga digantung, jadi nggak bikin lantai pasar jadi kumuh atau becek. Tampaknya kesadaran ini sudah mendarah daging dalam diri mereka sehingga kotanya super duper bersih.
Kalo pasar aja bersih, jangan tanya gimana mal, transportasi publik dan bandaranya. Kinclong. Waktu susur sungai Chao Praya juga kan kita naik kapal bermotor. Nggak ada istilahnya kapal ngadat gegara baling-baling kesangkut sampah, seperti yang aku alami berkali-kali ketika nge-trip ke Sombori, which is lautnya laut lepas, tapi kapal jadi sering berhenti karena baling-balingnya tersangkut sampah (seringnya plastik).
Sedih nggak sih?
2. Sungai Chao Praya
Ada 2 cara menikmati kota Bangkok dari ujung ke ujung tanpa berkali-kali ganti moda transportasi, yaitu dengan Skytrain dan dengan kapal di sungai Chao Praya.
Hari ke dua kami di Bangkok, udah niat banget mau susur sungai. Karena nggak yakin dermaga mana yang bisa dijadikan tujuan (ada beberapa pilihan), alih-alih naik Uber, kami memutuskan untuk naik tuktuk. Daann.. lagi-lagi kami dikerjai sama penduduk lokal alias sopir tuktuknya. Tarif tuktuknya tuh murah banget, nggak jauh-jauh sama yang aku ceritain sebelumnya, tapi sopirnya bilang, dia akan ngajak kita mampir ke beberapa toko sebelum ke dermaga, kita boleh beli boleh enggak, katanya demi buat dia beli pulsa. Kita tau sih dia pasti dapet fee dari toko oleh-oleh itu, karena itu kita nurut aja karena kasian liat mukanya gitu. Di toko oleh-olehnya sih nggak masalah ya, kita emang perlu beli beberapa barang, tapi ternyata setelah itu kita diantar ke dermaga pribadi dong, bukan dermaga umum. Dermaga pribadi itu maksudnya dermaga khusus untuk kapal yang disewakan buat turis. Sewanya satu kapal sejeti (kalo dikurskan rupiah).
Eh ajegile, kita kan maunya naik kapal umum, bukan yang beginian. Ya jelas kita tolaklah. Eh dianya marah-marah, ngata-ngatain kita macem-macem. Bapakku balik marah dong, enak aja maksa. Duit nenek loe?
Aku sama Deby langsung ngibrit sambil cekikikan. Bapak sama Mama masih ngomel-ngomel di belakang. Kalo Bapak masih muda mungkin udah diajak berantem tuh sopir tuktuk, wkwk.
![]() |
Pratunam market dengan kresek sampah tergantung di pintu. Gambar ngambil di culturetrip.com gegara aku sendiri gak sempat ambil foto, sibuk cari oleh-oleh, wkwkwk. |
Kalo pasar aja bersih, jangan tanya gimana mal, transportasi publik dan bandaranya. Kinclong. Waktu susur sungai Chao Praya juga kan kita naik kapal bermotor. Nggak ada istilahnya kapal ngadat gegara baling-baling kesangkut sampah, seperti yang aku alami berkali-kali ketika nge-trip ke Sombori, which is lautnya laut lepas, tapi kapal jadi sering berhenti karena baling-balingnya tersangkut sampah (seringnya plastik).
Sedih nggak sih?
2. Sungai Chao Praya
Ada 2 cara menikmati kota Bangkok dari ujung ke ujung tanpa berkali-kali ganti moda transportasi, yaitu dengan Skytrain dan dengan kapal di sungai Chao Praya.
Hari ke dua kami di Bangkok, udah niat banget mau susur sungai. Karena nggak yakin dermaga mana yang bisa dijadikan tujuan (ada beberapa pilihan), alih-alih naik Uber, kami memutuskan untuk naik tuktuk. Daann.. lagi-lagi kami dikerjai sama penduduk lokal alias sopir tuktuknya. Tarif tuktuknya tuh murah banget, nggak jauh-jauh sama yang aku ceritain sebelumnya, tapi sopirnya bilang, dia akan ngajak kita mampir ke beberapa toko sebelum ke dermaga, kita boleh beli boleh enggak, katanya demi buat dia beli pulsa. Kita tau sih dia pasti dapet fee dari toko oleh-oleh itu, karena itu kita nurut aja karena kasian liat mukanya gitu. Di toko oleh-olehnya sih nggak masalah ya, kita emang perlu beli beberapa barang, tapi ternyata setelah itu kita diantar ke dermaga pribadi dong, bukan dermaga umum. Dermaga pribadi itu maksudnya dermaga khusus untuk kapal yang disewakan buat turis. Sewanya satu kapal sejeti (kalo dikurskan rupiah).
Eh ajegile, kita kan maunya naik kapal umum, bukan yang beginian. Ya jelas kita tolaklah. Eh dianya marah-marah, ngata-ngatain kita macem-macem. Bapakku balik marah dong, enak aja maksa. Duit nenek loe?
Aku sama Deby langsung ngibrit sambil cekikikan. Bapak sama Mama masih ngomel-ngomel di belakang. Kalo Bapak masih muda mungkin udah diajak berantem tuh sopir tuktuk, wkwk.
Kita nanya sama orang sekitar di mana dermaga yang buat umum, tapi nggak ada yang bisa bahasa Inggris dan kita juga bingung jelasinnya gimana kalo pake bahasa tarzan. Akhirnya kita cari aja sendiri pake google map. Sempat kesasar-sasar sih, tapi seru aja karena kita jadi liat kehidupan masyarakat lokal. Dari situ juga kita tau kalo biksu mendapat makanan dari derma masyarakat dan betapa hormatnya mereka terhadap para biksu.
Setelah salah belok beberapa kali, akhirnya kita sampai juga di dermaga dan ketemu sama orang yang bisa bahasa Inggris, yaitu seorang cewek yang dari penampilannya sih kayaknya mahasiswa. Kita nanya berapa tarifnya naik kapal. Logat Thailand emang agak susah dipahami ya buat telinga kampungku, aku dengernya dia bilang 'seventy'. Kalo dikurskan sekitar dua puluh ribuan, masih murah lah ya. Eh ternyata begitu naik kapal, ternyata cuma ditarik 17 bath alias seventeen. Duh, untung lebih murah, coba kalo lebih mahal (seven hundred misalnya), bisa minta turun di tengah jalan kita, wkwkwk.
Tarif kapal ini kayak naik angkot, jauh dekat sama aja. Jadi kami yang naik sampe dermaga terakhir pun (durasinya sekitar 2 jam) tarifnya tetep 17 baht. Kayak Malang-Surabaya deh, tapi bayarnya nggak sampe sepuluh ribu, hehehe...
Setelah salah belok beberapa kali, akhirnya kita sampai juga di dermaga dan ketemu sama orang yang bisa bahasa Inggris, yaitu seorang cewek yang dari penampilannya sih kayaknya mahasiswa. Kita nanya berapa tarifnya naik kapal. Logat Thailand emang agak susah dipahami ya buat telinga kampungku, aku dengernya dia bilang 'seventy'. Kalo dikurskan sekitar dua puluh ribuan, masih murah lah ya. Eh ternyata begitu naik kapal, ternyata cuma ditarik 17 bath alias seventeen. Duh, untung lebih murah, coba kalo lebih mahal (seven hundred misalnya), bisa minta turun di tengah jalan kita, wkwkwk.
Tarif kapal ini kayak naik angkot, jauh dekat sama aja. Jadi kami yang naik sampe dermaga terakhir pun (durasinya sekitar 2 jam) tarifnya tetep 17 baht. Kayak Malang-Surabaya deh, tapi bayarnya nggak sampe sepuluh ribu, hehehe...
Waktu itu kami naiknya pas rame, jadi harus berdiri dulu. Tapi nggak lama kok. Nanti kalo ada yang turun, baru deh bisa duduk.
![]() |
Penuh |
![]() |
Banyak yang berdiri. Eh adeknya nengok. |
Saking lamanya durasi perjalanan kapal ini, akhirnya kami harus sholat dhuhur jama' sama ashar di kapal dengan baju seadanya. Untung pake kaos kaki. Untung juga nggak nunggu kapal nyampe tujuan baru sholat, soalnya waktu kita turun di dermaga terakhir dekat Asiatique, udah hampir maghrib.
![]() |
Gini nih penampakan kapal dari luar. Panjang banget ya? Kayak bus. |
Meskipun perjalanan untuk sampai ke sungai ini diwarnai drama, tetap aja dari keseluruhan trip, menyusuri sungai Chao Praya adalah yang paling aku nikmati. Mungkin karena aktivitasnya tinggal duduk santai menikmati pemandangan, kena panas, kena angin, ngantuk-ngantuk, nggak ada polusi. Surga dahh. Lagipula, aku memang jenis orang yang suka ritme lambat kalo nge-trip.
Baca juga: Mal di Malang, Apakah Ramah Disabilitas?
3. Keliling Bangkok Naik Skytrain
![]() |
Nyomot dari wikipedia karena nggak kepikir buat ambil foto saking menikmatinya |
Seperti yang aku bilang di atas, selain susur sungai Chao Praya, cara yang menyenangkan keliling Bangkok adalah dengan Skytrain. Yup, naik kereta layang. Kalo di Singapura kita naik MRT pemandangannya cuma tembok mulu, di Bangkok kita bisa lihat pemandangan kota dengan jelas dari atas. Yah, tahun segitu kan belum ada kereta bandara di Jakarta yang juga kereta layang, jadinya waktu di Bangkok tuh rasanya kayak orang kampung baru pertama ke kota gitu deh, hahaha...
![]() |
Peta transportasi on rail Bangkok tahun 2016. Sekarang pastinya udah beda karena tahun segitu jalur ke DMK aja belum selesai. |
4. Makanan
Duh, aku nyesel kenapa cuma makanan di Sombondee aja yang aku foto waktu di Bangkok ya? Yah, meskipun dikadali sama restorannya (ceritanya ada di tautan yang kuposting di atas), kuakui, seafood di situ enak banget. Belum pernah nemuin yang kayak gitu di kampung halaman.
Kalo mango sticky rice kan udah wajib ain bagi siapapun kalo ke Thailand, jadi nggak perlu diceritain ya?
Waktu di dermaga terakhir sungai Chao Praya, kita nemu semacam pasar gitu yang jualan makanan, nah di situ ada kayak otak-otak, terbuat dari ikan (penjualnya pasang gambar, jadi gak perlu susah-susah nanya sambil kebanyakan gaya ala tarzan), yang enak bangettt. Entah kenapa waktu itu nggak beli banyak sekalian buat bekal balik ke hotel, soalnya habis itu kita kesulitan cari makanan lokal yang halal dan ujungnya ke kaepsi.
Eh tapi jangan disepelein juga, meskipun resto sejuta umat, menu di kaepsi Thailand tuh enak lho. Ayamnya dikasih topping berbagai rempah-rempah jadi rasanya nendang banget, khas Asia gitu. Ada bawang merah yang diiris tipis kayak bumbu sate. Besoknya waktu mo pulang juga kita take away ayam ini buat dimakan di bandara (ngirit mameenn daripada beli makan di bandara).
![]() |
Tomyam yang enak tapi mbendhol mburi, hihihi... |
5. Bandara
Tahun 2016 aku udah dibikin jatuh cinta sama Don Muang (DMK), salah satu bandara di Bangkok yang khusus untuk LCC (Low Cost Carrier) alias pesawat murah.
Di saat bandara di Indonesia masih gitu-gitu aja, DMK berhasil bikin aku betah, bahkan rasanya kepingin nginep aja di situ daripada sewa hotel. Karpetnya tebel, dipake jalan aja enak, apalagi tidur, hahaha...
Di karpet tebel itu juga aku bisa gelar sajadah di pojokan ruang tunggu dan sholat. ACnya dingin banget dan dispenser air ada di mana-mana jadi kita bisa isi tumbler sesuka hati. Jangan bawa botol plastik yang sekali pakai itu ya, percuma karena nggak boleh masuk penerbangan internasional.
Jadiii, itu dia kayaknya 5 hal yang menarik dari Bangkok bagiku.
Kenapa malah tempat wisatanya nggak ada yang masuk?
Well yah, monmaap nih, aku nggak begitu terkesan dengan tempat wisata di sana. Sekedar 'karena udah di Bangkok ya harus ke situ' aja. Menggugurkan kewajiban lah. Wat Arun sama Wat Pho jelas dikunjungi. Tapi terkesan? Enggak. Biasa aja kayak mengunjungi candi-candi di negeri sendiri gitu rasanya. Bedanya, apa yang mereka omongkan, kita nggak ngerti, wkwkwk.
Etapi kalo di Wat Arun sama Wat Pho sih banyak turis Indonesia. Penjualnya juga banyak yang bisa bahasa Indonesia. Peringatan aja, jangan mau dikasih harga pake rupiah, kayaknya murah, tapi kalo dikurskan, tetep lebih murah pake baht.
Jadi, apa kalian masih tertarik ke Bangkok? Atau aku berhasil bikin kalian ilfill? *evilgrin*
![]() |
Ruang tunggu gate keberangkatan internasional. |
Di karpet tebel itu juga aku bisa gelar sajadah di pojokan ruang tunggu dan sholat. ACnya dingin banget dan dispenser air ada di mana-mana jadi kita bisa isi tumbler sesuka hati. Jangan bawa botol plastik yang sekali pakai itu ya, percuma karena nggak boleh masuk penerbangan internasional.
Kenapa malah tempat wisatanya nggak ada yang masuk?
Well yah, monmaap nih, aku nggak begitu terkesan dengan tempat wisata di sana. Sekedar 'karena udah di Bangkok ya harus ke situ' aja. Menggugurkan kewajiban lah. Wat Arun sama Wat Pho jelas dikunjungi. Tapi terkesan? Enggak. Biasa aja kayak mengunjungi candi-candi di negeri sendiri gitu rasanya. Bedanya, apa yang mereka omongkan, kita nggak ngerti, wkwkwk.
Etapi kalo di Wat Arun sama Wat Pho sih banyak turis Indonesia. Penjualnya juga banyak yang bisa bahasa Indonesia. Peringatan aja, jangan mau dikasih harga pake rupiah, kayaknya murah, tapi kalo dikurskan, tetep lebih murah pake baht.
Jadi, apa kalian masih tertarik ke Bangkok? Atau aku berhasil bikin kalian ilfill? *evilgrin*