tikacerita.com,- Gara-gara berkali-kali dapat permintaan jawaban (PJ) tentang cara mengatasi depresi di Quora, aku jadi kepingin bikin tulisan tentang penyakit mental ini dari sisi seorang penderita.
Menerima diri sendiri berada dalam kondisi penyakit mental memang nggak mudah.
Oke, I spill it out.
BERAT. Banget.
Rasanya hari-hari kayak lap basah, lemah, lelah (seperti yang pernah aku bilang di Ini Caraku Menjaga Kewarasan), sampai kadang aku pingin bisa kayak kanebo kering (yang sering dijadiin bahan julidan), kaku tapi setidaknya bisa berdiri. All hail kanebo kering!
Sebenarnya depresi itu apa sih?
Kalau menurut penjelasan di sini sih,
"Depresi adalah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam dan rasa tidak peduli. Semua orang pasti pernah merasa sedih atau murung. Seseorang dinyatakan mengalami depresi jika sudah 2 minggu merasa sedih, putus harapan, atau tidak berharga."
Ingat ya, tolok ukurnya paling nggak itu 2 minggu. Kalau cuma sehari dua hari doang, itu cuma stress aja, bukan depresi, dan yang kamu butuhkan cukup pelepasan alias release. Sedangkan depresi lebih rumit daripada sekedar stress, dan cara mengatasinya adalah dengan terapi.
Kalau pingin tau kondisimu ada di tahap mana, kamu bisa coba tes berikut ini, buat basic aja untuk memahami kondisimu, tapi jangan self-diagnosed. Kamu butuh pendapat profesional untuk diagnosa yang tepat sekaligus penanganannya.
Kalau hasilnya normal, selamat. Kalau hasilnya depresi, jangan kecil hati, segera cari bantuan profesional ya teman. Makin dini makin bagus karena pulihnya akan lebih cepat.
Buat kamu yang skornya tinggi, kita sama kok. Aku dulu pernah ada di skor 40an. Tapi sekarang aku tes lagi, skorku udah di bawah 5. Jadi ya, alhamdulillah, setelah kurang lebih terapi selama satu tahun, aku bisa bilang kalau aku udah pulih seperti juga yang dibilang oleh konselorku. Kamu juga bisa pulih kok. Aku akan bagi beberapa tips yang mungkin bisa bermanfaat buat kamu dalam menghadapi ini semua.
Pertama, terima keadaanmu.
Aku tahu ini adalah bagian paling sulit. Ada begitu banyak orang yang terus-menerus denial bahwa mereka ada mental issues. Mereka menolak kenyataan bahwa mereka bermasalah, menganggap semua akan membaik esok hari.
Dude, it's the main problem. Kalau kamu nggak bisa menerima keadaanmu, akan sulit bagimu untuk pulih, karena kamu akan menolak segala macam anjuran, termasuk untuk menjalani terapi.
Ini semacam kamu demam tinggi, orang-orang menyuruhmu pergi ke dokter tapi kamu menolak karena merasa masih kuat bekerja dan kamu menganggap itu tandanya kamu nggak sakit. Apalagi mental illness tuh sesuatu yang nggak kasat mata, nggak bisa diraba dan seringkali nggak disadari.
Kalau kalian baca dalam tes di atas, mati rasa adalah salah satu gejala depresi berat: Saking sedihnya sampai nggak bisa sedih lagi, saking kesalnya sampai nggak bisa kesal lagi, saking lelahnya menangis sampai nggak bisa menangis lagi.
Orang lain bisa saja melihat kalian baik-baik saja karena tidak menunjukkan emosi apa-apa, tapi hanya kalian yang tahu apa yang terjadi di dalam. Jadi, jujurlah pada diri sendiri, karena itu langkah pertama kalau kalian ingin pulih.
Ini penting sekali karena keinginan untuk pulih ini adalah tips yang kedua.
Aku tahu sekali betapa lelah dan sulitnya menghadapi diri sendiri yang selalu berperang dan sangat berantakan di dalam. Aku tahu kalian juga merasakan hal yang sama walaupun ada juga di antara kalian yang saking lelahnya hingga nggak peduli lagi.
It's ok, nggak apa-apa kok, itu fase wajar yang harus dilalui.
Bagaimanapun perjalanan hidup kamu, kamu berharga, aku juga.
Kita berhak bahagia.
Kita hanya belum tahu aja cara membahagiakan diri sendiri.
Jadi yuk, ayo kita pulih bareng-bareng, supaya kita bisa bahagiakan diri sendiri, bisa menghargai diri sendiri, nggak lagi tergantung sama orang lain buat bikin kita bahagia.
Keinginan untuk pulih ini nantinya yang akan memegang peranan penting di tips ketiga, yaitu meminta bantuan profesional alias konseling.
Kalau kalian udah bisa menerima keadaan dan pingin pulih, yuk cari pendampingan ke profesional.
Kenapa harus profesional sih kak, kenapa nggak curhat ke temen aja?
Curhat ke temen sebenernya boleh-boleh aja, tapi kalau kalian udah ada di fase depresi, I don't think they can help anything. Paling-paling cuma didengerin aja. Mereka kasih saran pun banyakan nggak kalian lakukan kan? Aku tahu kok, soalnya aku dulu juga begitu. Kita bukan ada di fase yang bisa mencerna dengan baik saran semacam itu. Kita pasti banyak denial-nya. Yang kayak gini seringnya malah bikin temen kita jadi bete. Kalau dia sering bete, kita akan ditinggalin, dan itu cuma akan bikin kita merasa makin buruk.
Sama sekali nggak membantu kan? So, ayo deh ketemu sama profesional.
Kalau kuatir biaya, bisa pakai BPJS kok. Kalau kamu cewek dan tinggal di Malang, aku bisa rekomen konselorku yang kita bisa bayar seikhlasnya. Beliau hanya menangani klien cewek.
Yang aku suka dari konselorku ini diantaranya adalah karena nggak dikit-dikit merujuk ke psikiater. Dengan kondisi otakku yang sering hang begini, aku nggak mau ada obat-obat yang cuma akan bikin kinerja otakku tambah lemot. Aku mau pulih dengan alami, dengan kekuatanku sendiri. Memang butuh effort yang luar biasa, tapi sekarang kalau aku pikir-pikir lagi, semua usaha yang aku lakukan itu sangat sepadan. Super worth it.
Jadi, ayo ketemu profesional supaya kalian dibimbing sesuai dengan kondisi kalian.
Nah kalau sudah konseling ke profesional, tips keempat adalah konsisten sampai sembuh.
Konsisten di sini maksudnya dalam dua hal, yaitu:
1. Rutin sesuai jadwal.
Kalau jadwalnya seminggu sekali ya disiplinlah berangkat konseling seminggu sekali.
Aku tahu ada saat-saat kita merasa males banget atau malah lemah banget. Saat ini melanda, ingatlah kalau justru di kondisi seperti ini kita sangat butuh konseling, jadi carilah dukungan dan bantuan supaya kamu tetap bisa berangkat dengan kondisimu itu.
Aku dulu sering banget terpaksa berangkat sendiri naik grab/gojek karena nggak ada yang bisa nganter. Padahal sama konselor udah dipesan kalau bisa jangan sampai berangkat sendiri, kuatir kalau sepanjang jalan pikirannya ke mana-mana. Tapi daripada konseling tertunda dan aku cuma terpuruk di kamar (lagi-lagi kayak lap basah), aku tetap berangkat.
Belakangan ketika aku udah pulih, konselorku bilang bahwa effort semacam inilah yang sebenarnya membantuku lebih cepat pulih. Karena aku amat sangat pingin sembuh dan rela melakukan apapun untuk itu.
2. Mengikuti arahan konselor.
Kalau dikasih tugas, usahakan kerjakan nggak pakai nawar ya teman. Ini tugas bukan buat lulus ujian atau nilai bagus kok, bukan. Tujuan dikasih tugas adalah buat terapi diri kita sendiri, demi kesehatan mental kita, jadi lakukan aja nggak usah pakai dianalisa dulu ini bakal berhasil atau enggak. Kalau kamu nggak kerjain ya pastinya nggak akan berhasil. Sederhana kan?
Misal disuruh nulis tangan ya tulislah pake tangan, jangan banyak alasan dan kamu maunya nulis pake HP. Bukan begitu cara mainnya.
Ada tujuannya kenapa konselor ngasih sebuah tugas, lakukan aja dulu, ok?
Selama terapi, aku juga sering mempertanyakan tugas-tugas yang dikasih itu sebenarnya fungsinya apa. Tugasnya rata-rata amat sederhana. Menulis dengan tangan, menjawab pertanyaan, mengirim jawaban pakai voice note, dan tugas-tugas sederhana semacam itu. Aku sering mikir, apa ya berhasil cara ini tuh. Cuma gitu doang gitu loh. Sama sekali nggak bombastis seperti hipnoterapi atau semacamnya. Tapi ternyata berhasil lho. Aku juga heran tapi beneran berhasil dan hasilnya lumayan permanen.
Konselorku bilang, dari sekian banyak kliennya, aku satu-satunya yang nggak pernah nawar kalau dikasih tugas. Selalu dikerjakan sesuai instruksi.
Ada kliennya yang suka menawar tugas dalam berbagai bentuk, seperti kalau disuruh jawab dalam bentuk tulisan tangan, dia nggak mau. Disuruh kirim voice note nggak mau. Pada akhirnya klien semacam ini susah banget buat pulih, seringnya malah tau-tau berhenti di tengah jalan. Padahal konselorlah yang seharusnya menentukan terapi kita udah boleh berhenti atau belum.
Aku sendiri menerima segala macam tugas itu karena fokusku emang cuma satu: aku pingin sembuh. Udah itu aja, jadi aku lakukan semua yang dibutuhkan buat sembuh.
4 tips tersebut adalah hal-hal utama yang harus kalian fokuskan kalau kalian ingin pulih. Tapi ada hal yang aku tambahkan sendiri, di luar sesi konseling dan terapi yang sudah dijadwalkan, yang kupikir memegang peranan penting karena ini yang aku lakukan setiap hari, yaitu:
Tuliskan apapun kemajuan kecil yang kalian capai. Sesederhana apapun nggak masalah. Pencapaianku sendiri kalau dibaca orang lain mungkin bakal dibilang lebay, but who cares? It works for me kok.
Pencapaianku diantaranya:
- Bisa pakai jilbab dengan peniti.
Sebelumnya, aku selalu pakai jilbab instan karena kalau pakai jilbab dengan peniti selalu berantakan. Tapi sekarang aku udah bisa (yeayy).
- Bisa hapal lirik lagu.
Dulu, aku nyanyi Pura-pura Lupa aja salah mulu lho gara-gara otakku susah diajak fokus. Sekarang alhamdulillah udah bisa hapal beberapa lagu JKT48 yang panjangnya kayak kereta Matarmaja.
- Bisa lebih fokus kalau diajak ngobrol sama orang.
Dulu, saking sulitnya aku fokus, aku sering banget zone out kalau diajak ngobrol sama orang. Paling bisa konsen dengerin 20-30% aja, sisanya pikiranku terbang ke mana-mana meskipun aku kelihatan mengangguk-angguk, padahal I don't get the point. Tapi sekarang aku bisa fokus sekitar 60-70% dari seluruh pembicaraan.
Nah, bisa bayangin kan, bagi orang normal mungkin pencapaian semacam ini tuh sama sekali nggak masuk kategori pencapaian. Tapi bagiku, ini udah luar biasa, jadi aku suka baca ulang pencapaian-pencapaian kecil yang udah kuraih dan aku merasa bangga terhadap diriku sendiri.
Perasaan semacam ini yang harus kita pupuk pelan-pelan supaya mengurangi potensi kita terpuruk kembali. Dan kalau kita memperhatikan hal-hal kecil semacam ini, kita akan bisa merasakan perkembangan diri kita dari waktu ke waktu.
Semacam 'aku dulu kayaknya nggak bisa begini, eh sekarang udah bisa' dan itu akan bikin kita merasa lebih sayang kepada diri sendiri. Itu kan yang sedang kita usahakan?
Orang lain bisa jadi nggak melihat perubahan kecil semacam itu, tapi kalau semuanya terakumulasi, suatu saat mereka akan melihat juga perbedaannya kok.
>> Mengenali batas kemampuan kita
Untuk menjaga kestabilan kondisiku, aku belajar mengenali batas kemampuanku. Dengan fisik dan psikis yang amat terbatas, aku sadar sekali kalau aku berbeda dengan orang pada umumnya. Tapi semenjak rutin terapi, aku mulai menerima bahwa perbedaan ini bukanlah masalah. Sebaliknya, bagi kita para mental illness warrior, perbedaan adalah solusi buat kita mengukur kemampuan.
Kita bukan high achiever seperti banyak orang di luaran sana. Sama sekali bukan. Kita low achiever. Kita harus menerima dan mengakui ini. It's ok kok. Ini adalah new normal kita. Pencapaian kita memang kecil, tapi sangat besar pengaruhnya. Kalau kita memaksakan diri mengikuti standar orang-orang, bisa-bisa kita jatuh lagi ke lubang yang sama. So, set the limit.
Misalnya nih, aku kan penulis. Karyaku stuck di 1 novel dan 4 picbook. Tentu saja aku ingin sekali bisa seperti penulis-penulis yang sangat produktif, yang menelurkan novel setahun atau dua tahun sekali serta banyak picbook dalam setahun. No.
Aku sadar diri aku sedang pemulihan jadi aku melepaskan segala macam standar dan target semacam itu. Aku bahkan menurunkan standarku serendah mungkin, mulai belajar dari 0 seperti aku belum pernah menghasilkan karya apa-apa. Jadi aku bebas melakukan apapun dalam rangka belajar menulis, dan aku merasa bebas membuat kesalahan apapun.
Banyak dari kita yang berada di lubang ini karena tekanan dari lingkungan, jadi yang kita perlukan sekarang adalah merasa bebas dari tekanan semacam itu. Got it?
>> Memberi validasi terhadap diri sendiri
Validasi maksudnya menekankan bahwa apa yang sedang kita rasakan itu valid, wajar, normal dan bisa diterima. Tujuannya supaya kita bisa menerima keadaan dan nggak berperang mulu dengan diri sendiri.
Aku tahu ada orang-orang yang cukup beruntung memiliki pasangan/teman yang jago memberi validasi, tapi aku juga tahu kalau sebagian besar dari kita nggak memiliki kemewahan itu, jadi poin ini penting sekali. Kita nggak bisa mengandalkan orang lain memberi kita validasi jadi kita harus melatih diri untuk melakukannya sendiri.
Buatku, validasi yang paling sering kukatakan pada diri sendiri adalah yang semacam ini:
Validasi ini yang paling besar pengaruhnya ke aku karena sangat membantuku agar nggak semakin dalam menyesali hidupku dan harus aku lakukan nyaris tiap saat.
Jadi, itu dia beberapa tips cara mengatasi depresi sesuai pengalaman aku. Semoga membantu yaaa..
Terakhir, karena banyak juga yang nanyain gimana cara bantuin teman/keluarga yang sedang berada dalam kondisi mental illness, aku pingin bilang, aku tahu nggak semua kalian kuat menghadapi orang dengan mental illness karena kami memang amat sangat sulit dihadapi. Tapi kami sangat butuh kalian.
Yang kami butuhkan bukanlah banyak saran. Kami hanya butuh bahu untuk bersandar saat kami down dan telinga yang bersedia mendengar. Dan jika kalian nggak keberatan, temani kami berangkat konseling. Itu saja.
Oya, karena perasaan kami juga sangat sensitif, kami akan sangat menghargai jika kalian bersedia belajar cara memberi dukungan yang bisa menguatkan kami alih-alih membuat kami semakin terpuruk. Beberapa cara sederhana aku tuliskan di Cara Menghadapi Orang Depresi.
Di situ kalian akan membaca kalau kami lebih membutuhkan validasi, yang menyatakan bahwa apa yang kami rasakan ini valid, normal, wajar dan bisa diterima, daripada penghakiman bahwa kami 'kurang bersyukur', 'kurang ibadah', 'lemah', 'cengeng', 'lebay', 'banyak yang mengalami lebih berat' dan segala tudingan semacamnya.
Sesederhana itu.
So, be there for us, please?
Teruntuk semua orang yang udah mendukung aku selama ini, makasih banyak. Aku sayang kalian. Banget.
Menerima diri sendiri berada dalam kondisi penyakit mental memang nggak mudah.
Oke, I spill it out.
BERAT. Banget.
Rasanya hari-hari kayak lap basah, lemah, lelah (seperti yang pernah aku bilang di Ini Caraku Menjaga Kewarasan), sampai kadang aku pingin bisa kayak kanebo kering (yang sering dijadiin bahan julidan), kaku tapi setidaknya bisa berdiri. All hail kanebo kering!
Sebenarnya depresi itu apa sih?
Kalau menurut penjelasan di sini sih,
"Depresi adalah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam dan rasa tidak peduli. Semua orang pasti pernah merasa sedih atau murung. Seseorang dinyatakan mengalami depresi jika sudah 2 minggu merasa sedih, putus harapan, atau tidak berharga."
Ingat ya, tolok ukurnya paling nggak itu 2 minggu. Kalau cuma sehari dua hari doang, itu cuma stress aja, bukan depresi, dan yang kamu butuhkan cukup pelepasan alias release. Sedangkan depresi lebih rumit daripada sekedar stress, dan cara mengatasinya adalah dengan terapi.
Kalau pingin tau kondisimu ada di tahap mana, kamu bisa coba tes berikut ini, buat basic aja untuk memahami kondisimu, tapi jangan self-diagnosed. Kamu butuh pendapat profesional untuk diagnosa yang tepat sekaligus penanganannya.
Tes: Apakah Anda Depresi?
Kalau hasilnya normal, selamat. Kalau hasilnya depresi, jangan kecil hati, segera cari bantuan profesional ya teman. Makin dini makin bagus karena pulihnya akan lebih cepat.
Buat kamu yang skornya tinggi, kita sama kok. Aku dulu pernah ada di skor 40an. Tapi sekarang aku tes lagi, skorku udah di bawah 5. Jadi ya, alhamdulillah, setelah kurang lebih terapi selama satu tahun, aku bisa bilang kalau aku udah pulih seperti juga yang dibilang oleh konselorku. Kamu juga bisa pulih kok. Aku akan bagi beberapa tips yang mungkin bisa bermanfaat buat kamu dalam menghadapi ini semua.
Pertama, terima keadaanmu.
Aku tahu ini adalah bagian paling sulit. Ada begitu banyak orang yang terus-menerus denial bahwa mereka ada mental issues. Mereka menolak kenyataan bahwa mereka bermasalah, menganggap semua akan membaik esok hari.
Dude, it's the main problem. Kalau kamu nggak bisa menerima keadaanmu, akan sulit bagimu untuk pulih, karena kamu akan menolak segala macam anjuran, termasuk untuk menjalani terapi.
Ini semacam kamu demam tinggi, orang-orang menyuruhmu pergi ke dokter tapi kamu menolak karena merasa masih kuat bekerja dan kamu menganggap itu tandanya kamu nggak sakit. Apalagi mental illness tuh sesuatu yang nggak kasat mata, nggak bisa diraba dan seringkali nggak disadari.
Kalau kalian baca dalam tes di atas, mati rasa adalah salah satu gejala depresi berat: Saking sedihnya sampai nggak bisa sedih lagi, saking kesalnya sampai nggak bisa kesal lagi, saking lelahnya menangis sampai nggak bisa menangis lagi.
Orang lain bisa saja melihat kalian baik-baik saja karena tidak menunjukkan emosi apa-apa, tapi hanya kalian yang tahu apa yang terjadi di dalam. Jadi, jujurlah pada diri sendiri, karena itu langkah pertama kalau kalian ingin pulih.
Ini penting sekali karena keinginan untuk pulih ini adalah tips yang kedua.
Aku tahu sekali betapa lelah dan sulitnya menghadapi diri sendiri yang selalu berperang dan sangat berantakan di dalam. Aku tahu kalian juga merasakan hal yang sama walaupun ada juga di antara kalian yang saking lelahnya hingga nggak peduli lagi.
It's ok, nggak apa-apa kok, itu fase wajar yang harus dilalui.
Bagaimanapun perjalanan hidup kamu, kamu berharga, aku juga.
Kita berhak bahagia.
Kita hanya belum tahu aja cara membahagiakan diri sendiri.
Jadi yuk, ayo kita pulih bareng-bareng, supaya kita bisa bahagiakan diri sendiri, bisa menghargai diri sendiri, nggak lagi tergantung sama orang lain buat bikin kita bahagia.
Keinginan untuk pulih ini nantinya yang akan memegang peranan penting di tips ketiga, yaitu meminta bantuan profesional alias konseling.
Kalau kalian udah bisa menerima keadaan dan pingin pulih, yuk cari pendampingan ke profesional.
Kenapa harus profesional sih kak, kenapa nggak curhat ke temen aja?
Curhat ke temen sebenernya boleh-boleh aja, tapi kalau kalian udah ada di fase depresi, I don't think they can help anything. Paling-paling cuma didengerin aja. Mereka kasih saran pun banyakan nggak kalian lakukan kan? Aku tahu kok, soalnya aku dulu juga begitu. Kita bukan ada di fase yang bisa mencerna dengan baik saran semacam itu. Kita pasti banyak denial-nya. Yang kayak gini seringnya malah bikin temen kita jadi bete. Kalau dia sering bete, kita akan ditinggalin, dan itu cuma akan bikin kita merasa makin buruk.
Sama sekali nggak membantu kan? So, ayo deh ketemu sama profesional.
Kalau kuatir biaya, bisa pakai BPJS kok. Kalau kamu cewek dan tinggal di Malang, aku bisa rekomen konselorku yang kita bisa bayar seikhlasnya. Beliau hanya menangani klien cewek.
Yang aku suka dari konselorku ini diantaranya adalah karena nggak dikit-dikit merujuk ke psikiater. Dengan kondisi otakku yang sering hang begini, aku nggak mau ada obat-obat yang cuma akan bikin kinerja otakku tambah lemot. Aku mau pulih dengan alami, dengan kekuatanku sendiri. Memang butuh effort yang luar biasa, tapi sekarang kalau aku pikir-pikir lagi, semua usaha yang aku lakukan itu sangat sepadan. Super worth it.
Jadi, ayo ketemu profesional supaya kalian dibimbing sesuai dengan kondisi kalian.
Nah kalau sudah konseling ke profesional, tips keempat adalah konsisten sampai sembuh.
Konsisten di sini maksudnya dalam dua hal, yaitu:
1. Rutin sesuai jadwal.
Kalau jadwalnya seminggu sekali ya disiplinlah berangkat konseling seminggu sekali.
Aku tahu ada saat-saat kita merasa males banget atau malah lemah banget. Saat ini melanda, ingatlah kalau justru di kondisi seperti ini kita sangat butuh konseling, jadi carilah dukungan dan bantuan supaya kamu tetap bisa berangkat dengan kondisimu itu.
Aku dulu sering banget terpaksa berangkat sendiri naik grab/gojek karena nggak ada yang bisa nganter. Padahal sama konselor udah dipesan kalau bisa jangan sampai berangkat sendiri, kuatir kalau sepanjang jalan pikirannya ke mana-mana. Tapi daripada konseling tertunda dan aku cuma terpuruk di kamar (lagi-lagi kayak lap basah), aku tetap berangkat.
Belakangan ketika aku udah pulih, konselorku bilang bahwa effort semacam inilah yang sebenarnya membantuku lebih cepat pulih. Karena aku amat sangat pingin sembuh dan rela melakukan apapun untuk itu.
2. Mengikuti arahan konselor.
Kalau dikasih tugas, usahakan kerjakan nggak pakai nawar ya teman. Ini tugas bukan buat lulus ujian atau nilai bagus kok, bukan. Tujuan dikasih tugas adalah buat terapi diri kita sendiri, demi kesehatan mental kita, jadi lakukan aja nggak usah pakai dianalisa dulu ini bakal berhasil atau enggak. Kalau kamu nggak kerjain ya pastinya nggak akan berhasil. Sederhana kan?
Misal disuruh nulis tangan ya tulislah pake tangan, jangan banyak alasan dan kamu maunya nulis pake HP. Bukan begitu cara mainnya.
Ada tujuannya kenapa konselor ngasih sebuah tugas, lakukan aja dulu, ok?
Selama terapi, aku juga sering mempertanyakan tugas-tugas yang dikasih itu sebenarnya fungsinya apa. Tugasnya rata-rata amat sederhana. Menulis dengan tangan, menjawab pertanyaan, mengirim jawaban pakai voice note, dan tugas-tugas sederhana semacam itu. Aku sering mikir, apa ya berhasil cara ini tuh. Cuma gitu doang gitu loh. Sama sekali nggak bombastis seperti hipnoterapi atau semacamnya. Tapi ternyata berhasil lho. Aku juga heran tapi beneran berhasil dan hasilnya lumayan permanen.
Konselorku bilang, dari sekian banyak kliennya, aku satu-satunya yang nggak pernah nawar kalau dikasih tugas. Selalu dikerjakan sesuai instruksi.
Ada kliennya yang suka menawar tugas dalam berbagai bentuk, seperti kalau disuruh jawab dalam bentuk tulisan tangan, dia nggak mau. Disuruh kirim voice note nggak mau. Pada akhirnya klien semacam ini susah banget buat pulih, seringnya malah tau-tau berhenti di tengah jalan. Padahal konselorlah yang seharusnya menentukan terapi kita udah boleh berhenti atau belum.
Aku sendiri menerima segala macam tugas itu karena fokusku emang cuma satu: aku pingin sembuh. Udah itu aja, jadi aku lakukan semua yang dibutuhkan buat sembuh.
4 tips tersebut adalah hal-hal utama yang harus kalian fokuskan kalau kalian ingin pulih. Tapi ada hal yang aku tambahkan sendiri, di luar sesi konseling dan terapi yang sudah dijadwalkan, yang kupikir memegang peranan penting karena ini yang aku lakukan setiap hari, yaitu:
>> Menuliskan pencapaian kecil yang berhasil kita lakukan
Tuliskan apapun kemajuan kecil yang kalian capai. Sesederhana apapun nggak masalah. Pencapaianku sendiri kalau dibaca orang lain mungkin bakal dibilang lebay, but who cares? It works for me kok.
Pencapaianku diantaranya:
- Bisa pakai jilbab dengan peniti.
Sebelumnya, aku selalu pakai jilbab instan karena kalau pakai jilbab dengan peniti selalu berantakan. Tapi sekarang aku udah bisa (yeayy).
- Bisa hapal lirik lagu.
Dulu, aku nyanyi Pura-pura Lupa aja salah mulu lho gara-gara otakku susah diajak fokus. Sekarang alhamdulillah udah bisa hapal beberapa lagu JKT48 yang panjangnya kayak kereta Matarmaja.
- Bisa lebih fokus kalau diajak ngobrol sama orang.
Dulu, saking sulitnya aku fokus, aku sering banget zone out kalau diajak ngobrol sama orang. Paling bisa konsen dengerin 20-30% aja, sisanya pikiranku terbang ke mana-mana meskipun aku kelihatan mengangguk-angguk, padahal I don't get the point. Tapi sekarang aku bisa fokus sekitar 60-70% dari seluruh pembicaraan.
Nah, bisa bayangin kan, bagi orang normal mungkin pencapaian semacam ini tuh sama sekali nggak masuk kategori pencapaian. Tapi bagiku, ini udah luar biasa, jadi aku suka baca ulang pencapaian-pencapaian kecil yang udah kuraih dan aku merasa bangga terhadap diriku sendiri.
Perasaan semacam ini yang harus kita pupuk pelan-pelan supaya mengurangi potensi kita terpuruk kembali. Dan kalau kita memperhatikan hal-hal kecil semacam ini, kita akan bisa merasakan perkembangan diri kita dari waktu ke waktu.
Semacam 'aku dulu kayaknya nggak bisa begini, eh sekarang udah bisa' dan itu akan bikin kita merasa lebih sayang kepada diri sendiri. Itu kan yang sedang kita usahakan?
Orang lain bisa jadi nggak melihat perubahan kecil semacam itu, tapi kalau semuanya terakumulasi, suatu saat mereka akan melihat juga perbedaannya kok.
>> Mengenali batas kemampuan kita
Untuk menjaga kestabilan kondisiku, aku belajar mengenali batas kemampuanku. Dengan fisik dan psikis yang amat terbatas, aku sadar sekali kalau aku berbeda dengan orang pada umumnya. Tapi semenjak rutin terapi, aku mulai menerima bahwa perbedaan ini bukanlah masalah. Sebaliknya, bagi kita para mental illness warrior, perbedaan adalah solusi buat kita mengukur kemampuan.
Kita bukan high achiever seperti banyak orang di luaran sana. Sama sekali bukan. Kita low achiever. Kita harus menerima dan mengakui ini. It's ok kok. Ini adalah new normal kita. Pencapaian kita memang kecil, tapi sangat besar pengaruhnya. Kalau kita memaksakan diri mengikuti standar orang-orang, bisa-bisa kita jatuh lagi ke lubang yang sama. So, set the limit.
Misalnya nih, aku kan penulis. Karyaku stuck di 1 novel dan 4 picbook. Tentu saja aku ingin sekali bisa seperti penulis-penulis yang sangat produktif, yang menelurkan novel setahun atau dua tahun sekali serta banyak picbook dalam setahun. No.
Aku sadar diri aku sedang pemulihan jadi aku melepaskan segala macam standar dan target semacam itu. Aku bahkan menurunkan standarku serendah mungkin, mulai belajar dari 0 seperti aku belum pernah menghasilkan karya apa-apa. Jadi aku bebas melakukan apapun dalam rangka belajar menulis, dan aku merasa bebas membuat kesalahan apapun.
Banyak dari kita yang berada di lubang ini karena tekanan dari lingkungan, jadi yang kita perlukan sekarang adalah merasa bebas dari tekanan semacam itu. Got it?
>> Memberi validasi terhadap diri sendiri
Validasi maksudnya menekankan bahwa apa yang sedang kita rasakan itu valid, wajar, normal dan bisa diterima. Tujuannya supaya kita bisa menerima keadaan dan nggak berperang mulu dengan diri sendiri.
Aku tahu ada orang-orang yang cukup beruntung memiliki pasangan/teman yang jago memberi validasi, tapi aku juga tahu kalau sebagian besar dari kita nggak memiliki kemewahan itu, jadi poin ini penting sekali. Kita nggak bisa mengandalkan orang lain memberi kita validasi jadi kita harus melatih diri untuk melakukannya sendiri.
Buatku, validasi yang paling sering kukatakan pada diri sendiri adalah yang semacam ini:
- Saat sedang kehilangan nafsu makan: It's ok Ka, dalam kondisi kayak gini wajar banget kok kamu nggak mau makan. Gpp rebahan aja dulu, nanti kalau udah enakan dikit, kita ambil makan yuk.
- Saat sedang lemah: Gpp kok, kamu emang sedang dalam fase ini, kamu capek ngadepi semuanya. Istirahat aja dulu. Nanti kalau udah mendingan, kita nonton drama komedi ya.
- Saat sedang sedih: Hei, gpp. Nangis aja sampai puas. Aku tahu ini berat. Nyesek banget. Mungkin terlalu berat buatmu. It's ok. We've been thru this. Many times. Dan kamu masih bertahan sampai sekarang. Good job Ka.
Validasi ini yang paling besar pengaruhnya ke aku karena sangat membantuku agar nggak semakin dalam menyesali hidupku dan harus aku lakukan nyaris tiap saat.
Jadi, itu dia beberapa tips cara mengatasi depresi sesuai pengalaman aku. Semoga membantu yaaa..
Terakhir, karena banyak juga yang nanyain gimana cara bantuin teman/keluarga yang sedang berada dalam kondisi mental illness, aku pingin bilang, aku tahu nggak semua kalian kuat menghadapi orang dengan mental illness karena kami memang amat sangat sulit dihadapi. Tapi kami sangat butuh kalian.
Yang kami butuhkan bukanlah banyak saran. Kami hanya butuh bahu untuk bersandar saat kami down dan telinga yang bersedia mendengar. Dan jika kalian nggak keberatan, temani kami berangkat konseling. Itu saja.
Oya, karena perasaan kami juga sangat sensitif, kami akan sangat menghargai jika kalian bersedia belajar cara memberi dukungan yang bisa menguatkan kami alih-alih membuat kami semakin terpuruk. Beberapa cara sederhana aku tuliskan di Cara Menghadapi Orang Depresi.
Di situ kalian akan membaca kalau kami lebih membutuhkan validasi, yang menyatakan bahwa apa yang kami rasakan ini valid, normal, wajar dan bisa diterima, daripada penghakiman bahwa kami 'kurang bersyukur', 'kurang ibadah', 'lemah', 'cengeng', 'lebay', 'banyak yang mengalami lebih berat' dan segala tudingan semacamnya.
Sesederhana itu.
So, be there for us, please?
Teruntuk semua orang yang udah mendukung aku selama ini, makasih banyak. Aku sayang kalian. Banget.
Baca juga: Mencoba Terapi Bioresonansi untuk Alergi
@itstikakid Tips bahagia ##tipsbahagia ##tipssehat2020 ##mentalhealthtips ##mentalhealthtiktok
♬ Stuck with U - Melisa Hartanto